Selasa, 30 Mei 2017

Cerpen: Singasirana



Terbangunlah Ranum dari tidurnya melihat singa yang masih lelap disamping tubuhnya. Mengulet perlahan menikmati bau pasir dan bulu singa yang bergerak tertiup angin pagi perlahan. Ranum mengelus-elus punggung singa kesayangannya dan mencoba membangunkan singa itu dari tidurnya. Tak lama ketika singa bangun dari tidur, Ranum mengucapkan sapaan selamat pagi ramah kepadanya. Terlihat semakin dekat, singa itu kini merangkul Ranum dengan rangkulan hangat yang terlihat seperti kucing dan manusia, bukan singa.
Ranum beranjak dari tempat tidurnya dengan menggenggam selimut satin merah kumuh yang membalut mulai dari dada hingga atas tumit. Berjalan lurus menuju sumber air yang terletak tidak jauh dari tempat telentangnya kini. Sumber air yang merupakan sebuah kolam yang memuat sekitar enam orang. Kolam dengan air berwarna hitam pekat yang kini berisikan dua wanita didalamnya sedang mengobrol menikmati candaan pagi sambil membasahi tubuh mereka. Ranum menyapa dengan hangat sambil melepas selimut yang dikenakannya tanpa rasa malu mempertontokan badannya yang mulus langsing berwarna coklat keemasan. Rambutnya yang terurai kering, tetapi masih terlihat indah jika dilihat bersamaan dengan wajahnya yang cantik tajam.
"Bukan hari yang pantas untuk bekerja," kata salah satu wanita berambut hitam yang berada didalam kolam.
Ranum hanya tersenyum manis mengiyakan perkataannya.
Setelah semua selimut terlepas dari tubuhnya, dan diletakkan di salah satu dahan pohon disamping kolam, Ranum menyeburkan dirinya masuk ke dalam kolam hitam itu. Ditenggelamkan seluruh tubuhnya hingga kini tidak nampak sehelai rambut pun dari permukaan kolam. Setelah sekitar sepuluh menit berlalu, Ranum perlahan menampakkan kembali ujung kepala hingga dadanya.
Dilihatnya kedua wanita yang sudah ada di dalam kolam sebelum ia datang kini menghilang. Pertanda bahwa kedua wanita itu telah selesai membasuh dirinya dan kini kembali ke kamar mereka masing-masing. Kini tingga Ranum seorang diri termenung didalam kolam. Mengusapkan air berwarna hitam itu ke setiap sisi di wajahnya. Merasakan kesejukan saat air itu mengalir dari setiap sisi kulitnya.
Ketika Ranum melirik kesebelah kanan kolam, dilihatnya si singa berjalan mendekatinya. Menjilati lengan tangan Ranum dan perlahan mencelupkan tubuhnya ikut masuk ke dalam kolam hitam itu. Ranum kembali menyapa singa lebih ramah daripada sapaan pagi tadi. Kini mereka berdua berada didalam kolam. Menikmati setiap aliran air yang membasahi kedua tubuhnya.
Perlahan Ranum mendekatkan wajahnya dihadapan si singa. Menikmati setiap udara yang berhembus melewati celah antara wajahnya dan singa. Memejamkan mata secara perlahan dan memiringkan wajahnya. Ranum menikmati setiap gerak bibirnya terbuka. Begitupun dengan singa yang perlahan memejamkan matanya. Membuka kecil mulutnya yang penuh dengan bulu kumis dan taring yang tajam. Kini masing-masing bibir mereka menempel satu sama lain. Menikmati hangatnya sentuhan antara bibir Ranum dan moncong singa. Tidak ada lagi angin pagi yang berembus di antara kedua wajah mereka karena kulit mereka telah menyatu sama lain. Ranum menikmati setiap kehangatan dari moncong singa itu, melumatnya sebagaimana manusia berciuman pada umumnya.
Singa itupun menikmati setiap kulit bibir yang ditempelkan pada moncongnya. Lumatan bibir Ranum terhadapannya membuatnya nyaman. Melupakan bahwa dirinya adalah hewan buas yang memiliki taring tajam. Ia bisa melumat kembali bibir bahkan seluruh tubuh Ranum hingga tidak tersisa satu daging pun. Tapi singa malah menikmati apa yang diberikan Ranum kepadanya. Perlahan, tangan Ranum mendekap kepala singa sehingga ia bisa melumat moncongnya lebih dalam.
Begitupun singa yang mendekap pinggul Ranum sehingga bisa lebih dekat dengan perutnya. Singa dan Ranum kini terlihat bagaikan sepasang kekasih yang sedang melampiaskan gairahnya di dalam sebuah kolam berdua. Mereka terlihat seperti satu cinta yang sedang melampiaskan nafsunya pada pagi hari.
Desahan Ranum yang membuat suasana semakin panas. Singa mendekap lebih erat dimana tangannya kini sudah berada di punggun Ranum. Ia mengepalkannya karena tidak mau cakarnya melukai Ranum. Begitupun dengan taringnya yang disembunyikan agar lidah Ranum yang sedang bermain di dalamnya merasa nyaman.

___
Malam itu ketika bulan menunjukkan setengah sisi keemasannya, menerangi sebuah daratan pepohonan kering dengan pasir sebagai alasnya. Ranum berdiri dengan gagahnya pada barisan depan sebuah pasukan dengan senjata tajam yang kebanyakan terbuat dari batang-batang pohon dan batu besar. Suara riuh kelompoknya menandakan semangat yang membara meneriakkan sebuah lantunan sorak sorai menandakan siap untuk bertempur.
Dibalut dengan satin merah yang megah membuat Ranum dipandang sebagai seorang pimpinan yang bijak. Tanpa mahkota, tetapi pundaknya mampu membuat orang terenyah bahwa ia adalah ratu dari kelompoknya.
Terdengar suara ricuh dari seberang sana yang lebih berat dari suara kelompoknya. Bergemuruh meneriakkan semangat dari kelompoknya yang terdengar sangat sangar. Kelompok keamanan desa yang berniat mengusir Ranum dan kawanannya dari daerah itu. Diduga Ranum dan kawanannya telah membuat para lelaki berdatangan untuk melihat lekuk tubuh dari kawan-kawannya dan membuat risau para istri di desa akan kejadian itu. Ranum dan kawanannya akan dipindahkan ke sebuah rumah tinggal dimana mereka akan diurus layaknya narapidana yang terlibat kasus pelacuran.
Pengeras suara memancarkan teriakan dari kepala petugas. Membuat aba-aba untuk maju lebih cepat agar dapat melawan Ranum dan kawanannya lebih dekat. Tidak diduga olehnya, sebuah bara api muncul mendekati salah satu sisi kiri dari daerah itu. Sebuah bola api yang ditembakkan oleh petugas untuk membakar sebagian daerah. Ranum dan kawan-kawannya semakin mempersiapkan diri untuk maju dan berlari melawan petugas brengsek itu.

Pasukan semakin dekat jaraknya hingga Ranum kini bertatapan dengan salah satu kepala petugas. Ditatapnya mata petugas itu dengan tatapan tajam miliknya. Sebuah mitos mengatakan bahwa kekuatan Ranum untuk menaklukan pria sangat sakti. Ia mampu menghinotis ribuan pria hanya dengan sekali tatap. Sudah banyak korban jiwa berjatuhan akibat tatapan mata Ranum untuk semua pengunjung laki-laki yang tidak diundang datang ke daerahnya.
Tapi untuk kali ini, Ranum merasa aneh. Mata lelaki yang bertatapan dengannya tidak merespons apapun seperti Ranum biasa menatap lelaki lainnya. Ia merasa bingung dan terpaku melihat lelaki itu. Ketika si lelaki membuka penutup wajahnya, Ranum terperanjak kaget mengenali wajah itu.
Seorang lelaki yang dulu pernah membuatnya tenggelam dalam kisah yang manis dengan janji yang membelai hati Ranum sehingga bisa percaya akan arti cinta sejati. Ranum yang terhanyut akan ciuman pertama dengan lelaki itu kini harus mampu memusnahkannya dengan tatapan kedua matanya. Namun, lelaki itu tahu kelemahan Ranum yang mana ia tidak akan mampu membuat lelaki itu terpedaya dengan ketajaman matanya. Bahwa Ranum ternyata tidak bisa bersentuhan dengan baja. Sedangkan sekarang, tangan dari lelaki itu dibalut dengan baja yang kuat sehingga ia mampu menggenggam punggung Ranum dan membuat kekuatannya perlahan hilang.
Sebagian besar petugas kini telah gugur dengan perlawanan dari wanita-wanita kelompok Ranum. Para wanita membuat petugas lemas dengan lekuk tubuh yang dipamerkannya. Petugas keracunan oleh liur yang diberikan oleh sekelompok wanita dengan cara mencumbunya hingga tidak sadarkan diri.
Kini tingga Ranum dan lelaki itu. Dengan tenang, ia mengangkat kedua tangannya dan menggenggam udara lalu dipukulkan tepat didepan wajah lelaki yang sedang berhadapan dengannya. Ternyata ia memiliki kekuatan rahasia pemberian leluhur neneknya. Ranum mengutuk lelaki itu menjadi seekor kucing yang lemah tidak berdaya. Namun, karena tubuh Ranum yang semakin melemah dan baja dari tangan lelaki itu tidak terkalahkan, akhirnya mantra Ranum berbelok. Perlahan-lahan lelaki yang disihirnya tadi berubah menjadi seekor singa jantan yang gagah dengan bulu-bulu keemasan disekujur tubuhnya. Lelaki itu kini meringkih akan sakitnya tubuh ketika perlahan berubah dan menumbuhkan bulu-bulu baru secara mendadak.
Penyesalan menghampiri Ranum dan membuatnya terbelalak mendengar sebuah ucapan yang sama sekali tidak ia duga-duga. Suara rintihan dari sang singa yang membuatnya bergidik dan mematung menatap kedua matanya dalam-dalam.
"Saya disini untuk mengantar rindu dan menyampaikan kepada kamu untuk mengubahnya menjadi sebuah maaf."

___

Setelah semua tubuh singa dijelajahi oleh Ranum, ia berbisik kepadanya dengan nada halus. Menyampaikan ribuan sayang tepat didepan salah satu telinga si singa. Membuat singa itu menitihkan air mata tanda cinta dan mengecup kening Ranum saat bersamaan.
Mereka berdua beranjak dari kolam hitam itu. Ranum kembali mengenakan kain satinnya dan berjalan menuju tempat ia tidur sebelumnya. Sebelum singa meninggalkannya, Ranum sempat berkata kepada singa.
"Katakan pada ribuan singa di dunia, bahwa cinta dapat mengaum keras kala keduanya bersenggama."

Jakarta, 25 Desember 2016

Lawson Binus

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.