Dalam produksi ke-36 Bengkel Sastra, Senin 16 Januari 2017 yang membawakan sebuah naskah drama TIK, karya Budi Yasin Misbach, saya diberikan kesempatan untuk memainkan satu tokoh yang terdapat di dalamnya yaitu Petugas 3. Dalam naskah ini, Petugas 3 digambarkan sebagai tokoh yang kharismatik, flamboyan, digandrungi banyak wanita karena kelihaiannya merayu, tampang, dan posisinya sebagai petugas keamanan. Namun ia juga memiliki karakter sebagai lelaki yang lebih lemah dibandingkan lawan mainnya yaitu Petugas 2.
Untuk
penjelasan lebih lanjut, mari kita simak penjelasan di bawah ini.
Nama Lengkap : Asrul Hamdalah
Nama Panggilan : Asrul, Cabul
Umur : 37 tahun
Status : Kawin
Pekerjaan : Petugas Keamanan
Mengenal
Lebih Jauh ‘Asrul si Petugas 3 yang Cabul’
Asrul adalah
seorang petugas keamanan senior yang bekerja dibawah naungan SANS (Satuan
Kemananan Sekitar). Asrul bekerja setiap hari bersama teman seperjuangannya,
Susi (Petugas 2) dan dibawahi oleh Petugas 1.
Asrul
adalah sosok lelaki hidung belang yang mampu memikat hati wanita dengan
karakter kharismatiknya. Dalam kesehariannya, Asrul tidak pernah kehabisan cara
untuk bisa bergaya didepan wanita yang dianggapnya cantic dan menarik. Itulah
sebabnya, kini Asrul memiliki tiga istri yang dinafkahinya dengan gaji dari
SANS yang sangat cukup. Namun dengan begitu, tidak mengurangi pesona Asrul
karena kelihaiannya menyembunyikan beban yang dirasakannya dirumah bersama
ketiga istrinya.
Asrul
tidak pernah suka membawa urusan rumah keluar. Menurutnya, status memiliki tiga
istri akan mengurangi pesonanya sebagai pria yang flamboyant. Asrul merasa
poinnya akan berkurang jika orang yang belum mengenalnya tahu akan statusnya
yang merupakan tukang poligami itu.
Kesehariannya
bersama Susi menjalankan tugas untuk mengamankan daerah sekitar berjalan sangat
asik. Padahal, umur Asrul dan Susi terlampau jauh karena Susi yang 10 tahun lebih
muda darinya. Asrul merasa Susi adalah partner
yang mampu menutupi kekurangannya karena sikap Susi yang tegas dan cekatan.
Asrul juga merasa nyaman dengan bahasa Susi jika berkomunikasi dengannya tanpa
memandang usia. Menurutnya, dengan begitu malah mengurangi rasa canggung
diantara keduanya. Hubungan Asrul dengan Petugas 1 juga berjalan sangat professional.
Petugas 1 mengerti betul takaran yang pas bagi Asrul untuk menjalankan tugas.
Secara psikis,
Asrul memang tipe lelaki yang hanya berani menghadapi orang yang ia rasa
kedudukannya ada di bawahnya. Asrul tidak segan-segan membawa pelaku kejahatan
yang ia tangkap untuk masuk menemui atasannya. Dalam pementasan Bengkel Sastra
kemarin, terlihat ketika adegan awal Asrul dan Susi membawa si maling televisi
(Wardana) ke dalam panggung, lalu Asrul ditanya oleh salah satu pengunjung
kantor, ia mampu menjawabnya dengan santai tanpa takut si maling itu
tersinggung. Sifat Asrul yang sudah lihai menangani pelaku kejahatan terlihat
di adegan ini.
Kemudian,
ketidaksukaan Asrul ketika ada orang yang membawa urusan rumahnya tergambarkan
lumayan banyak pada pementasan kemarin. Gerak-gerik Asrul yang terlihat kesal
ketika Susi menyinggung ketiga istrinya, sautan “jangan bawa-bawa dapur orang!”
yang ia teriakan dua kali pada saat Seseorang 2 (Pemulung) mengolok-oloknya dan
ketika Wardana yang berusaha menjelaskan perkara kejadian namun membawa
statusnya.
Bagaimana saya membawa Asrul ke
atas Panggung?
1.
Sebelum Pementasan
Beban sekali awalnya ketika sutradara memutuskan
bahwa tokoh Petugas 3 akan dibawakan oleh saya sendiri. Awalnya, saya mengincar
tokoh Petugas 2 karena karakternya yang mudah saya kaji yaitu omongannya yang
ketus serta cuek. Tapi karena sutradara melihat karakter Petugas 3 lebih
melekat kepada saya, maka saya coba untuk memberanikan diri membawanya hadir
dalam diri saya.
Pada awal pengkajian, saya mencari-cara tokoh yang mirip dengan karakter Asrul. Akhirnya saya mendapatkan Inspector Clusseao dalam film Pink Panther, Kasino, dan Polisi dalam film Koi Mil Gaya yang diperankan oleh Johny Lever. Tapi keputusan saya jatuh kepada Kasino karena menurut saya lebih cocok dengan karakter Asrul. Tugas saya kini mengkombinasi karakter ‘ganteng-ganteng zonk’ ala Kasino dan cabul ala Asrul yang saya buat sendiri.
Setiap minggu saya selalu
membicarakan nasib peran saya dengan sutradara. Mulai dari gerak tubuh yang
awalnya saya buat Asrul sering memainkan dagu dengan tangannya, suara Asrul
yang diberatkan, hingga gerak tubuh Asrul yang tidak bisa diam ketika panic.
Apalagi gemetaran yang saya bentuk ketika Asrul takut memegang pistol karena
belum siap menurutnya. Karakter genit
juga melekat sangat kuat dalam pribadi Asru. Contohnya saja ketika tiap kali ia
bercanda dengan rekannya, Petugas 2 dengan merayunya.
Beberapa kali blocking, saya pernah mendapatkan pujian karena mampu membawakan
peran Petugas 3 yang dinilai cukup baik. Tapi, pujian itu malah membuat saya
bingung karena saya tidak tahu dari sisi mana orang-orang melihat saya pas membawakan karakternya.
Namun, beberapa minggu setelahnya
pujian itu menjadi pertanyaan. Kenapa di umur Asrul yang terbilang cukup dewasa
masih bertingkah layaknya laki-laki remaja yang centil? Tidak terlihat kalau
status Asrul yang memiliki tiga istri. Lalu, kenapa komunikasi Susi dan Asrul
seperti tidak ada batasan umur?
Sepulang latihan, saya terus
memikirkan hal itu. Awalnya saya beranggapan benar bahwa saya tidak menampakkan
karakter sebagai lelaki yang memiliki tiga istri. Kemudian saya juga tersadar
dengan gaya komunikasi dengan Petugas 2 yang memang seperti tidak ada batasan
umur. Hampir saya memutuskan untuk merubah semua sifat yang saya dapat dari
pertanyaan barusan. Tapi setelah saya telusuri lebih lanjut, menurut saya apa
yang saya bawakan sebagian besar sudah pas.
Karakter Asrul yang centil-nya
seperti anak remaja memang harus saya kurangi bukan menghilangkan. Sifat Asrul
yang selalu siap memasang pesona ketika melihat wanita yang dirasanya menarik
membuat tingkah Asrul yang centil seperti remaja tidak bisa lepas. Ia merasa
dirinya masih dalam usia yang pantas untuk mencari kenikmatan terutama
perempuan. Gaya Asrul juga tidak bisa dibilang tua, bahkan menurut saya umur
Asrul yang sudah kepala tiga tidak menjadi masalah baginya untuk berbuat
demikian.
Kemudian refleksi suami beristri
tiga yang tidak terlihat. Seperti yang saya jelaskan di atas bahwa Asrul sangat
tidak suka bila ada orang yang mengungkit-ungkit masalah rumah tangganya
apalagi tentang jumlah istri. Asrul selalu merasa bahwa pesona sekaligus
kedudukannya sebagai polisi mampu menarik perhatian perempuan. Jika sampai ada
perempuan yang dirasanya menarik mengetahui jumlah istrinya, Asrul akan
kehilangan banyak sekali pesona yang sudah ia jaga.
Komunikasi Asrul dengan Susi si
Petugas 2. Saya mengingat kembali pengalaman saya ketika bekerja. Saya bisa
membedakan bagaimana lingkungan kerja yang terjun ke lapangan dan yang hanya
duduk di kantor. Ketika berkomunikasi sesama rekan kerja di lapangan, rekan
saya memanggil orang yang lebih tua dengan ‘lu, gua, bangsat, anjing’ dan
kalimat kasar lainnya tanpa mengenal batasan usia. Sementara untuk pekerja
kantoran yang sangat menjaga kehormatan, ucapan selamat pagi menjadi sarapan
sehari-hari dan itu mencerminkan kesantunan dari para pekerja kantoran. Begitupun
dengan Asrul dan Susi yang merupakan pekerja lapangan. Asrul pun juga merasa
komunikasinya dengan Susi malah menghilangkan rasa canggung terhadap keduanya. Jadi
keesokan harinya saya jelaskan bagaimana karakter Asrul saya bentuk seperti
ini.
Memerankan tokoh Asrul juga
merupakan sulit menurut saya. Apalagi sifat saya yang bisa dibilang tidak bisa
tegas sebagai pria. Sementara saya dipaksa untuk bisa menggambarkan sosok
polisi yang sudah bekerja selama tahunan.
Yang menarik adalah ketika saya
berusaha berlatih memegang pistol yang benar. Awalnya saya bertanya kepada
beberapa senior yang sudah pernah menjalankan suatu peran di atas panggung. Jawaban
yang saya dapat pun juga berbeda. Ketika saya menonton film aksi, cara
memegangnya pun sangat santai hanya dengan satu tangan. Tapi saya memanfaatkan
internet untuk mencari caranya. Akhirnya saya mendapatkan bagaimana memegang
pistol yang benar dalam posisi bersedia.
Pistol yang awalnya saya gunakan
untuk latihan sebenarnya adalah korek api berbentuk pistol yang sudah tidak
berfungsi lagi. Awalnya, pistol yang saya gunakan merupakan pistol terbaik
daripada yang seluruh petugas punya. Petugas 1 memgang pistol dengan pelatuk
yang patah. Petugas 2 memegang pistol mainan anak-anak berwarna merah muda.
Tapi, seiring berjalannya latihan lama kelamaan pistol yang saya gunakan hancur
tidak berbentuk. Pistol yang saya gunakan kerap kali ikut terjatuh bersama saya
yang melakukan adegan jatuh. Satu minggu, pistol terpecah bagian depannya
sehingga masih bisa saya gunakan. Kemudian jatuh lagi hingga bagian lain ikut
terpecah. Hingga akhirnya pistol itu terbelah menjadi dua bagian namun masih
bisa saya gunakan.
2.
Detik-detik Pementasan
Ini adalah satu hari sebelum menuju pementasan. Kami
melakukan gladi kotor di Aula S tempat kami akan pentas besok. Ketika gladi
pertama, adegan kami sempat diberhentikan oleh sutradara karena pembawaannya
terlalu cepat. Kemudian saat gladi yang kedua, waktu memang sudah pas yaitu 54
menit, 44 detik, dan 4 milidetik. Namun kesalahan terjadi di tengah-tengah adegan.
Salah satu actor lupa menyuarakan dialog-nya sedangkan actor lainnya bingung
untuk bagaimana cara menutupinya dengan improvisasi. Saya berusaha melanjutkan
adegan dengan improve walaupun itu
kurang tepat, tetapi setidaknya bisa membuat adegan berjalan kembali.
Berikutnya, saya akan menceritakan
tentang tata rias karakter. Awalnya, tim make-up
kesulitan membentuk wajah saya sesuai karakter Asrul yang tampan dan
kharismatik. Sangat berbeda kaih dengan bentuk wajah saya yang oval dan mata
yang sipit. Ketika hari H pementasan, nasib saya tata rias saya sebenarnya
tergantung oleh salah satu alumni Bengkel Sastra yang sudah dipesan untuk meng-handle tata rias Asrul. Setelah ia
datang, semua actor di touch up lagi
guna mempertajam wajahnya sehingga terlihat jelas di panggung. Begitupun dengan
saya yang terlihat jauh sekali perbedaannya ketika workshop make-up dan sekarang.
3. Kita Pentas Hari Ini
Saatnya kita pentas. Gladi bersih kita lakukan
kembali. Hasilnya harus bisa lebih baik dari ini. Semua actor bersembunyi di
balik wing yang sangat kecil di atas
panggung. Membuat actor sulit untuk bergerak dan berpindah posisi. Tapi kami
mencoba untuk menahannya demi adegan yang akan kami jalankan nantinya.
Belum lagi kostum Asrul yang
melarang saya menggunakan kacamata karena mencerminkan seorang polisi. Membuat
penglihatan saya blur dan membuat
mata saya sakit selama pertunjukan berlangsung. Tapi karena saya sudah
membiasakan diri untuk melepas kacamata ketika seminggu terakhir latihan, maka
rasa sakit itu tidak terlalu terasa sama seperti ketika latihan.
Adegan satu dimulai dimana lagu
opening dimainkan dan silent acting antara
Petugas 1 dan para tamu pelapor beraktivitas di kantor SANS. Berikutnya adalah
adegan dimana Asrul dan Susi membawa Wardana, si maling televisi masuk ke
panggung. Semua berjalan baik hingga di sini. Kemudian adegan berikutnya ketika
Asrul dan Susi masuk terbirit-birit melaporkan situasi di luar kantor yang
penuh dengan keributan pemulung. Adegan selanjutnya, saya terjatuh.
Ngomong-ngomong adegan jatuh, ini ada ceritanya.
Pada naskah asli, Asrul seharusnya pingsan ketika melihat para pemulung datang
saat ia sedang mencemoohnya didepan Petugas 1. Perlahan saya jalani cara
pingsan yang bagus ketika di panggung hingga saya memberanikan diri berpendapat
bahwa adegan pingsan yang selama ini saya lakukan akan terlihat ‘lebay’. Banyak
dialog saya yang terkesan garing, makanya saya berusaha menghilangkan adegan
pingsan tersebut. Akhirnya adegan pingsan itu diganti dengan adegan jatuhnya
Asrul dan Susi ketika para pemulung berusaha mendorongnya agar bisa masuk ke
kantor SANS.
Ketika latihan, adegan jatuh ini selalu
lancar kami lakukan. Tapi, ketika di atas panggung dengan property yang sudah
lengkap, kejadian tak terduga terjadi. Padahal waktu gladiresik, semua berjalan
aman dan saya sudah bisa memperkirakan dimana saya akan jatuh nanti. Pertunjukan
sudah dimulai, saya berusaha menjalaninya sama seperti gladiresik yang dinilai
sutradara sudah pas takarannya. Ketika para pemulung mencoba mendorong saya
masuk, betis saya menabrak kursi sehingga bokong saya jatuh di atas kursi lalu
jatuh lagi di atas panggung. Sakitnya sangat terasa saat itu hingga saya harus
menahannya untuk masuk ke adegan selanjutnya. Tapi saya senang karena adegan
jatuh itu terkesan alami.
Yang hampir fatal lagi ketika saya
mengubah posisi saya dengan berjalan mendekat ke Petugas 1. Hampir saya kaki
saya tersandung kain hitam yang menutupi wing.
Setelahnya, semua berjalan asik dan mulus. Saya menikmati semua adegannya. Asrul
hidup di dalam diri saya saat itu.
4.
Setelah Pementasan
Lampu menyala, semua actor menikmati music penutupnya.
Saya melihat semua penonton dengan mata saya yang masih blur. Saya menunggu penyebutan nama-nama pemain sampai selesai hingga
saya dapat mengenakan kacamata saya kembali. Setelah itu saya mencari-cari
orang yang sekiranya saya kenal di kerumunan penonton. Tidak ada.
Memang ini ulah saya karena tidak mengijinkan
teman-teman dekat saya semasa sekolah dulu untuk ikut menyaksikan. Sehingga
seperti ini akhirnya, tidak ada satu dari mereka yang menyaksikan pementasan
ini. Saya mencoba meraih mikrofon yang terhubung ke kamera yang dipegang oleh
salah satu tim publikasi guna membuat vlog
yang nantinya akan di unggah pada channel
Youtube Bengkel Sastra.
Saya dengar ada yang memanggil. Aya! Salah satu
sahabat saya yang ternyata jauh-jauh datang pada malam hari guna menyaksikan
pertunjukan ini. Wow! Senangnya bukan karuan. Masih ada satu orang yang
setidaknya saya kenal. Aya datang bersama sahabatnya, Erin. Ucapan terimakasih
tidak henti-hentinya saya haturkan kepada mereka berdua yang mau menyempatkan
waktunya.
Dan inilah, perasaan lega dan bahagia setelah
pementasan. Namun rasa haus untuk ikut proses timbul lagi tidak lama
setelahnya. Pementasan ini bukan merupakan pementasan pertama yang saya jalani.
Saya pernah ngaktor ketika SD dan terhenti
ketika SMP hingga SMA.
Nyusahin gua aja lu, srul! Gua kan ogah jadi lu dua bulan beturut-turut. Tapi makasih dah ya udah bawa gue balik manggung lagi
-Bima-
0 komentar:
Posting Komentar