Senin, 13 Februari 2017

Kisah Dibalik Layar: Kerasukan Polisi Ganteng




Dalam produksi ke-36 Bengkel Sastra, Senin 16 Januari 2017 yang membawakan sebuah naskah drama TIK, karya Budi Yasin Misbach, saya diberikan kesempatan untuk memainkan satu tokoh yang terdapat di dalamnya yaitu Petugas 3. Dalam naskah ini, Petugas 3 digambarkan sebagai tokoh yang kharismatik, flamboyan, digandrungi banyak wanita karena kelihaiannya merayu, tampang, dan posisinya sebagai petugas keamanan. Namun ia juga memiliki karakter sebagai lelaki yang lebih lemah dibandingkan lawan mainnya yaitu Petugas 2.
Untuk penjelasan lebih lanjut, mari kita simak penjelasan di bawah ini.





Nama Lengkap            : Asrul Hamdalah
Nama Panggilan          : Asrul, Cabul
Umur                           : 37 tahun
Status                          : Kawin
Pekerjaan                    : Petugas Keamanan


Mengenal Lebih Jauh ‘Asrul si Petugas 3 yang Cabul’

Asrul adalah seorang petugas keamanan senior yang bekerja dibawah naungan SANS (Satuan Kemananan Sekitar). Asrul bekerja setiap hari bersama teman seperjuangannya, Susi (Petugas 2) dan dibawahi oleh Petugas 1.
            Asrul adalah sosok lelaki hidung belang yang mampu memikat hati wanita dengan karakter kharismatiknya. Dalam kesehariannya, Asrul tidak pernah kehabisan cara untuk bisa bergaya didepan wanita yang dianggapnya cantic dan menarik. Itulah sebabnya, kini Asrul memiliki tiga istri yang dinafkahinya dengan gaji dari SANS yang sangat cukup. Namun dengan begitu, tidak mengurangi pesona Asrul karena kelihaiannya menyembunyikan beban yang dirasakannya dirumah bersama ketiga istrinya.
            Asrul tidak pernah suka membawa urusan rumah keluar. Menurutnya, status memiliki tiga istri akan mengurangi pesonanya sebagai pria yang flamboyant. Asrul merasa poinnya akan berkurang jika orang yang belum mengenalnya tahu akan statusnya yang merupakan tukang poligami itu.
            Kesehariannya bersama Susi menjalankan tugas untuk mengamankan daerah sekitar berjalan sangat asik. Padahal, umur Asrul dan Susi terlampau jauh karena Susi yang 10 tahun lebih muda darinya. Asrul merasa Susi adalah partner yang mampu menutupi kekurangannya karena sikap Susi yang tegas dan cekatan. Asrul juga merasa nyaman dengan bahasa Susi jika berkomunikasi dengannya tanpa memandang usia. Menurutnya, dengan begitu malah mengurangi rasa canggung diantara keduanya. Hubungan Asrul dengan Petugas 1 juga berjalan sangat professional. Petugas 1 mengerti betul takaran yang pas bagi Asrul untuk menjalankan tugas.
Secara psikis, Asrul memang tipe lelaki yang hanya berani menghadapi orang yang ia rasa kedudukannya ada di bawahnya. Asrul tidak segan-segan membawa pelaku kejahatan yang ia tangkap untuk masuk menemui atasannya. Dalam pementasan Bengkel Sastra kemarin, terlihat ketika adegan awal Asrul dan Susi membawa si maling televisi (Wardana) ke dalam panggung, lalu Asrul ditanya oleh salah satu pengunjung kantor, ia mampu menjawabnya dengan santai tanpa takut si maling itu tersinggung. Sifat Asrul yang sudah lihai menangani pelaku kejahatan terlihat di adegan ini.
Kemudian, ketidaksukaan Asrul ketika ada orang yang membawa urusan rumahnya tergambarkan lumayan banyak pada pementasan kemarin. Gerak-gerik Asrul yang terlihat kesal ketika Susi menyinggung ketiga istrinya, sautan “jangan bawa-bawa dapur orang!” yang ia teriakan dua kali pada saat Seseorang 2 (Pemulung) mengolok-oloknya dan ketika Wardana yang berusaha menjelaskan perkara kejadian namun membawa statusnya.

           
Bagaimana saya membawa Asrul ke atas Panggung?
1.      Sebelum Pementasan
Beban sekali awalnya ketika sutradara memutuskan bahwa tokoh Petugas 3 akan dibawakan oleh saya sendiri. Awalnya, saya mengincar tokoh Petugas 2 karena karakternya yang mudah saya kaji yaitu omongannya yang ketus serta cuek. Tapi karena sutradara melihat karakter Petugas 3 lebih melekat kepada saya, maka saya coba untuk memberanikan diri membawanya hadir dalam diri saya.


           
 Pada awal pengkajian, saya mencari-cara tokoh yang mirip dengan karakter Asrul. Akhirnya saya mendapatkan Inspector Clusseao dalam film Pink Panther, Kasino, dan Polisi dalam film Koi Mil Gaya yang diperankan oleh Johny Lever. Tapi keputusan saya jatuh kepada Kasino karena menurut saya lebih cocok dengan karakter Asrul. Tugas saya kini mengkombinasi karakter ‘ganteng-ganteng zonk’ ala Kasino dan cabul ala Asrul yang saya buat sendiri.
            Setiap minggu saya selalu membicarakan nasib peran saya dengan sutradara. Mulai dari gerak tubuh yang awalnya saya buat Asrul sering memainkan dagu dengan tangannya, suara Asrul yang diberatkan, hingga gerak tubuh Asrul yang tidak bisa diam ketika panic. Apalagi gemetaran yang saya bentuk ketika Asrul takut memegang pistol karena belum siap menurutnya.  Karakter genit juga melekat sangat kuat dalam pribadi Asru. Contohnya saja ketika tiap kali ia bercanda dengan rekannya, Petugas 2 dengan merayunya.
            Beberapa kali blocking, saya pernah mendapatkan pujian karena mampu membawakan peran Petugas 3 yang dinilai cukup baik. Tapi, pujian itu malah membuat saya bingung karena saya tidak tahu dari sisi mana orang-orang melihat saya pas membawakan karakternya.
            Namun, beberapa minggu setelahnya pujian itu menjadi pertanyaan. Kenapa di umur Asrul yang terbilang cukup dewasa masih bertingkah layaknya laki-laki remaja yang centil? Tidak terlihat kalau status Asrul yang memiliki tiga istri. Lalu, kenapa komunikasi Susi dan Asrul seperti tidak ada batasan umur?
            Sepulang latihan, saya terus memikirkan hal itu. Awalnya saya beranggapan benar bahwa saya tidak menampakkan karakter sebagai lelaki yang memiliki tiga istri. Kemudian saya juga tersadar dengan gaya komunikasi dengan Petugas 2 yang memang seperti tidak ada batasan umur. Hampir saya memutuskan untuk merubah semua sifat yang saya dapat dari pertanyaan barusan. Tapi setelah saya telusuri lebih lanjut, menurut saya apa yang saya bawakan sebagian besar sudah pas.
            Karakter Asrul yang centil-nya seperti anak remaja memang harus saya kurangi bukan menghilangkan. Sifat Asrul yang selalu siap memasang pesona ketika melihat wanita yang dirasanya menarik membuat tingkah Asrul yang centil seperti remaja tidak bisa lepas. Ia merasa dirinya masih dalam usia yang pantas untuk mencari kenikmatan terutama perempuan. Gaya Asrul juga tidak bisa dibilang tua, bahkan menurut saya umur Asrul yang sudah kepala tiga tidak menjadi masalah baginya untuk berbuat demikian.
            Kemudian refleksi suami beristri tiga yang tidak terlihat. Seperti yang saya jelaskan di atas bahwa Asrul sangat tidak suka bila ada orang yang mengungkit-ungkit masalah rumah tangganya apalagi tentang jumlah istri. Asrul selalu merasa bahwa pesona sekaligus kedudukannya sebagai polisi mampu menarik perhatian perempuan. Jika sampai ada perempuan yang dirasanya menarik mengetahui jumlah istrinya, Asrul akan kehilangan banyak sekali pesona yang sudah ia jaga.
            Komunikasi Asrul dengan Susi si Petugas 2. Saya mengingat kembali pengalaman saya ketika bekerja. Saya bisa membedakan bagaimana lingkungan kerja yang terjun ke lapangan dan yang hanya duduk di kantor. Ketika berkomunikasi sesama rekan kerja di lapangan, rekan saya memanggil orang yang lebih tua dengan ‘lu, gua, bangsat, anjing’ dan kalimat kasar lainnya tanpa mengenal batasan usia. Sementara untuk pekerja kantoran yang sangat menjaga kehormatan, ucapan selamat pagi menjadi sarapan sehari-hari dan itu mencerminkan kesantunan dari para pekerja kantoran. Begitupun dengan Asrul dan Susi yang merupakan pekerja lapangan. Asrul pun juga merasa komunikasinya dengan Susi malah menghilangkan rasa canggung terhadap keduanya. Jadi keesokan harinya saya jelaskan bagaimana karakter Asrul saya bentuk seperti ini.
            Memerankan tokoh Asrul juga merupakan sulit menurut saya. Apalagi sifat saya yang bisa dibilang tidak bisa tegas sebagai pria. Sementara saya dipaksa untuk bisa menggambarkan sosok polisi yang sudah bekerja selama tahunan.
            Yang menarik adalah ketika saya berusaha berlatih memegang pistol yang benar. Awalnya saya bertanya kepada beberapa senior yang sudah pernah menjalankan suatu peran di atas panggung. Jawaban yang saya dapat pun juga berbeda. Ketika saya menonton film aksi, cara memegangnya pun sangat santai hanya dengan satu tangan. Tapi saya memanfaatkan internet untuk mencari caranya. Akhirnya saya mendapatkan bagaimana memegang pistol yang benar dalam posisi bersedia.
            Pistol yang awalnya saya gunakan untuk latihan sebenarnya adalah korek api berbentuk pistol yang sudah tidak berfungsi lagi. Awalnya, pistol yang saya gunakan merupakan pistol terbaik daripada yang seluruh petugas punya. Petugas 1 memgang pistol dengan pelatuk yang patah. Petugas 2 memegang pistol mainan anak-anak berwarna merah muda. Tapi, seiring berjalannya latihan lama kelamaan pistol yang saya gunakan hancur tidak berbentuk. Pistol yang saya gunakan kerap kali ikut terjatuh bersama saya yang melakukan adegan jatuh. Satu minggu, pistol terpecah bagian depannya sehingga masih bisa saya gunakan. Kemudian jatuh lagi hingga bagian lain ikut terpecah. Hingga akhirnya pistol itu terbelah menjadi dua bagian namun masih bisa saya gunakan. 

2.      Detik-detik Pementasan
            Ini adalah satu hari sebelum menuju pementasan. Kami melakukan gladi kotor di Aula S tempat kami akan pentas besok. Ketika gladi pertama, adegan kami sempat diberhentikan oleh sutradara karena pembawaannya terlalu cepat. Kemudian saat gladi yang kedua, waktu memang sudah pas yaitu 54 menit, 44 detik, dan 4 milidetik. Namun kesalahan terjadi di tengah-tengah adegan. Salah satu actor lupa menyuarakan dialog-nya sedangkan actor lainnya bingung untuk bagaimana cara menutupinya dengan improvisasi. Saya berusaha melanjutkan adegan dengan improve walaupun itu kurang tepat, tetapi setidaknya bisa membuat adegan berjalan kembali.
            Berikutnya, saya akan menceritakan tentang tata rias karakter. Awalnya, tim make-up kesulitan membentuk wajah saya sesuai karakter Asrul yang tampan dan kharismatik. Sangat berbeda kaih dengan bentuk wajah saya yang oval dan mata yang sipit. Ketika hari H pementasan, nasib saya tata rias saya sebenarnya tergantung oleh salah satu alumni Bengkel Sastra yang sudah dipesan untuk meng-handle tata rias Asrul. Setelah ia datang, semua actor di touch up lagi guna mempertajam wajahnya sehingga terlihat jelas di panggung. Begitupun dengan saya yang terlihat jauh sekali perbedaannya ketika workshop make-up dan sekarang. 



3.      Kita Pentas Hari Ini
            Saatnya kita pentas. Gladi bersih kita lakukan kembali. Hasilnya harus bisa lebih baik dari ini. Semua actor bersembunyi di balik wing yang sangat kecil di atas panggung. Membuat actor sulit untuk bergerak dan berpindah posisi. Tapi kami mencoba untuk menahannya demi adegan yang akan kami jalankan nantinya.
            Belum lagi kostum Asrul yang melarang saya menggunakan kacamata karena mencerminkan seorang polisi. Membuat penglihatan saya blur dan membuat mata saya sakit selama pertunjukan berlangsung. Tapi karena saya sudah membiasakan diri untuk melepas kacamata ketika seminggu terakhir latihan, maka rasa sakit itu tidak terlalu terasa sama seperti ketika latihan.
            Adegan satu dimulai dimana lagu opening dimainkan dan silent acting antara Petugas 1 dan para tamu pelapor beraktivitas di kantor SANS. Berikutnya adalah adegan dimana Asrul dan Susi membawa Wardana, si maling televisi masuk ke panggung. Semua berjalan baik hingga di sini. Kemudian adegan berikutnya ketika Asrul dan Susi masuk terbirit-birit melaporkan situasi di luar kantor yang penuh dengan keributan pemulung. Adegan selanjutnya, saya terjatuh.
Ngomong-ngomong adegan jatuh, ini ada ceritanya. Pada naskah asli, Asrul seharusnya pingsan ketika melihat para pemulung datang saat ia sedang mencemoohnya didepan Petugas 1. Perlahan saya jalani cara pingsan yang bagus ketika di panggung hingga saya memberanikan diri berpendapat bahwa adegan pingsan yang selama ini saya lakukan akan terlihat ‘lebay’. Banyak dialog saya yang terkesan garing, makanya saya berusaha menghilangkan adegan pingsan tersebut. Akhirnya adegan pingsan itu diganti dengan adegan jatuhnya Asrul dan Susi ketika para pemulung berusaha mendorongnya agar bisa masuk ke kantor SANS.
            Ketika latihan, adegan jatuh ini selalu lancar kami lakukan. Tapi, ketika di atas panggung dengan property yang sudah lengkap, kejadian tak terduga terjadi. Padahal waktu gladiresik, semua berjalan aman dan saya sudah bisa memperkirakan dimana saya akan jatuh nanti. Pertunjukan sudah dimulai, saya berusaha menjalaninya sama seperti gladiresik yang dinilai sutradara sudah pas takarannya. Ketika para pemulung mencoba mendorong saya masuk, betis saya menabrak kursi sehingga bokong saya jatuh di atas kursi lalu jatuh lagi di atas panggung. Sakitnya sangat terasa saat itu hingga saya harus menahannya untuk masuk ke adegan selanjutnya. Tapi saya senang karena adegan jatuh itu terkesan alami.
            Yang hampir fatal lagi ketika saya mengubah posisi saya dengan berjalan mendekat ke Petugas 1. Hampir saya kaki saya tersandung kain hitam yang menutupi wing. Setelahnya, semua berjalan asik dan mulus. Saya menikmati semua adegannya. Asrul hidup di dalam diri saya saat itu.

4.      Setelah Pementasan
Lampu menyala, semua actor menikmati music penutupnya. Saya melihat semua penonton dengan mata saya yang masih blur. Saya menunggu penyebutan nama-nama pemain sampai selesai hingga saya dapat mengenakan kacamata saya kembali. Setelah itu saya mencari-cari orang yang sekiranya saya kenal di kerumunan penonton. Tidak ada.
Memang ini ulah saya karena tidak mengijinkan teman-teman dekat saya semasa sekolah dulu untuk ikut menyaksikan. Sehingga seperti ini akhirnya, tidak ada satu dari mereka yang menyaksikan pementasan ini. Saya mencoba meraih mikrofon yang terhubung ke kamera yang dipegang oleh salah satu tim publikasi guna membuat vlog yang nantinya akan di unggah pada channel Youtube Bengkel Sastra.
Saya dengar ada yang memanggil. Aya! Salah satu sahabat saya yang ternyata jauh-jauh datang pada malam hari guna menyaksikan pertunjukan ini. Wow! Senangnya bukan karuan. Masih ada satu orang yang setidaknya saya kenal. Aya datang bersama sahabatnya, Erin. Ucapan terimakasih tidak henti-hentinya saya haturkan kepada mereka berdua yang mau menyempatkan waktunya.
Dan inilah, perasaan lega dan bahagia setelah pementasan. Namun rasa haus untuk ikut proses timbul lagi tidak lama setelahnya. Pementasan ini bukan merupakan pementasan pertama yang saya jalani. Saya pernah ngaktor ketika SD dan terhenti ketika SMP hingga SMA.
           
Nyusahin gua aja lu, srul! Gua kan ogah jadi lu dua bulan beturut-turut. Tapi makasih dah ya udah bawa gue balik manggung lagi
-Bima-
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.