Rabu, 08 Februari 2017

Cerpen: Kontes Luka


 
Just anothe stage, pageant the paint away
            This time I’m gonna take the crown
            Without falling down, down, down...”




Semua wangi berbeda, tetapi orang akan menciumnya sama. Tebaran parfum, wangi lipstik, aroma bedak, dan bau khas eyeshadow menyebar lewat udara menutupi oksigen sehat dalam ruangan yang menampung setidaknya tiga puluh pemangsa kecantikan. Di sini ia duduk memandang cermin melihat dirinya yang masih pucat kemerahan akibat foundation yang belum dibalut dengan lapisan-lapisan pelengkapnya. Menggengam sebuah kuas khusus pipi yang digeletakkan di atas meja. Berpikir sejenak, mengingat-ingat, memandang masa lalu. Kenapa ia bisa disini, tanya hatinya. Kenapa harus ia, tanya kembali.Kenapa harus cantik?
Disamping meja riasnya yang bertuliskan namanya sendiri “Nilam”, ia melihat sekotak bening berbahan mika yang terbuka dengan isi kapas didalamnya. Awalnya ia kira itu digunakan sebagai pembersih make-up, tetapi seorang wanita bergaun kuning yang dilihatnya, hanya tulang yang ia miliki. Kulitnya menempel kuat pada tulang-tulangnya. Ia tidak melihat daging dalam diri wanita itu. Kurus, kering, hingga pipinya seperti tertarik kedalam mulut. Wanita itu mengambil kapas dalam kotak tadi dan menengadahkan kepalanya. Satu tangan memegang hidung dan tangan lainnya memasukkan kapas dengan perlahan-lahan kedalam mulutnya. Tanpa dikunyah, tangannya membantu kapas itu agar masuk langsung ke kerongkongannya. Wajahnya memerah, lehernya yang hanya terlihat selang kerongkongan menunjukkan kapas yang berhasil masuk kedalamnya. Setelah satu gumpalan kapas masuk dan kepalanya kembali dalam posisi awal, wanita itu melihatnya yang sedang duduk di meja rias. Menunjukkan rasa tidak suka diperhatikan seperti itu seakan-akan menelan kapas sudah menjadi kebiasaannya.
Ia kembali menatap cermin, meratakan foundation yang kini perlahan mengering pada wajahnya. Secara perlahan sembari berpikir kembali akan keberadaannya disini. Mendekatkan wajahnya pada cermin untuk melihat lebih jelas detail contour pada pertengahan hidungnya agar terlihat tajam. Kembali ia melihat seorang wanita dengan gaun berwarna merah yang memantulkan bayangannya pada cermin didepannya sekarang. Ia melihat wanita bergaun merah tersebut bermasalah dengan sebuah korset. Sepertinya ia meresahkan perut yang ia anggap menganggu ketika ia menggunakan gaun yang ia kenakan yang mana gaun itu masih terpasang hanya pada bagian pinggang kebawah. Ia berteriak kepada salah satu petugas wardrobe untuk mencarikan korset yang lebih kecil agar perutnya tidak menonjol. Sebenarnya yang terlihat tidak seperti apa yang ia rasakan. Perutnya tidak menonjol separah buncit. Sebenarnya perut itu normal adanya, tapi ia masih merasa tidak nyaman. Ia semakin berteriak kencang memanggil-manggil petugas wardrobe yang hingga sekarang belum kembali membawakan sebuah korset baru yang lebih kecil.
Kembali ia fokus dan melepaskan pandangannya dari wanita bergaun merah tersebut. Kembali meratakan foundation yang semakin kering akibat terlalu lama dibiarkan. Setelah semuanya rata, ia membuka sebuah bedak dan menyapukan rata pada wajahnya. Seketika ia mencium bau aneh yang berbeda dari bau kosmetik lainnya. Bau sangit seperti aroma kabel yang mengeluarkan percikan api. Diperhatikan sekelilingnya, tetapi tidak ada orang yang panik satupun. Ditelusuri bau itu hingga ia menemukan satu lagi wanita bergaun biru yang sedang duduk tidak jauh dari meja riasnya.
Wanita itu duduk dengan santainya menyender pada tembok dibelakangnya. Tanpa memperhatikan orang banyak yang berlalu lalang pada ruangan ini, salah satu kakinya diangkat hingga celana dalamnya terlihat jelas. Wajahnya terlihat tidak segar walaupun dilihat dari jauh. Matanya memerah dan hitam pada bagian kantung mata. Sesekali wanita bergaun biru itu menatapnya tajam tapi tidak peduli apa yang akan dilakukannya. Wanita itu menggenggam sebuah kain panjang yang digulungkan pada pergelangan tangannya tepatnya di bagian atas lengannya. Digulung hingga kain itu kini mengikat kencang lengannya sampai darah sudah susah untuk mengalir. Ia mengambil satu botol kecil berukuran obat batuk anak, tetapi botol itu terlihat tidak rapih pada kemasannya. Tidak ada label merk atau apapun yang menandai bahwa botol itu adalah obat yang jelas. Setelahnya, ia mengambil suntikan dan menyerapkan air dalam botol itu. Perlahan mengarahkan jarumnya mendekat menuju lengan yang sudah terikat tadi. Memasukkan jarum itu dan mendorong perlahan suntikan hingga cairannya masuk kedalam tubuhnya.
___

Blonder hair, flat chest
TV says, “Bigger is better.”
South beach, sugar free
Vogue says, “Thinner is better.”

Penonton bersorak tepuk tangan sesuai dengan arahan beberapa kordinator. Tirai terbuka sehingga panggung menunjukkan tiga baris wanita yang semuanya mengenakan gaun panjang, rambut yang digerai, wajah yang berwarna, dan senyum yang sengaja dipasang. Kaki mereka menahan sakit berdiri di atas sepatu hak setinggi delapan senti. Tubuh mereka menahan dingin akibat gaun yang memperlihatkan lipatan pada dada. Kuping mereka tertarik sepasang anting yang menjulur sepanjang sepuluh senti ditambah bandulan cantik di bawahnya.
Pembawa acara berbicara, memberikan beberapa kalimat untuk memulai pertunjukan. Musik pengiring dimainkan dan si penyanyi mendendangkan lagunya. Satu persatu dari mereka berjalan melenggok dari sisi belakang panggung menuju depan semakin dekat dengan penonton. Ribuan mata menatap kagum kepada setiap wanita yang berjalan lurus mengitari panggung. Senyum manis yang dipasang mendadak ketika namanya dipanggil.
Dalam sesi tanya jawab, diujilah kecerdasan setiap kontestan yang hadir dalam panggung malam ini. Mengeluarkan semua kemampuannya dalam sesi ini (kata iklan). Padahal yang mereka ingat, dua hari sebelum pertunjukan diadakan rapat dan memberikan masing-masing kontestan satu lembar kertas yang bertuliskan tigapuluh pertanyaaan lengkap dengan jawabannya. Kontestan diharapkan menghapal jawaban tersebut lengkap dengan intonasi, gaya bicara, hingga detail pada setiap kata dalam kertas itu.

___


Pretty hurts
We shine the light on whatever’s worst
Perfection is a desease of a nation
We try to fix something but you can’t fix what you can’t see
It is the soul that needs a surgery

Akhir acara pun tiba, pengumuman yang dinantikan semua kontestan akhirnya tiba. Ketika semua juri telah sepakat dan memberikan laporan keputusannya kepada pihak panitia, hasilnya diserahkan kepada pembawa acara. Sudah tertera dua nama pemenang yaitu Juara 1 dan Runner Up.
Saat-saat menegangkan tiba. Pembawa acara mulai menyingkirkan beberapa nama kontestan hingga akhirnya tersisa dua nama. Tidak disangka olehnya, ternyata namanya terpanggil bersama satu orang wanita yang tadi menyuntikkan cairan aneh dibelakang panggung. Sangat berbeda responsnya ketika terakhir ia melihatnya. Senyum lebar terpampang seakan-akan mengajaknya untuk bersanding berdua didepan panggung sebagai calon juara.
“Dan penghargaan ini jatuh kepada...”
Suasana tegang kembali hadir. Semua isi ruangan mengharapkan harapannya masing-masing akan kontestan yang terpilih menjadi juara.
Pembawa acara sekali lagi menyebutkan kalimat yang sama guna menambah suasana tegang dalam panggung.
Air mata menetes pada beberapa orang yang kemungkinan adalah kerabat dari salah satu kontestan. Musik pengiring menambah suasana tegang yang dibuat untuk settingan penonton.
___
Ia teringat masa lalu ketika kontes kecantikan yang lebih rendah dari ini, tetapi bisa mengantarnya menuju kontes yang ia jalani sekarang. Situasi yang sama ketika ia berdiri bersama temannya untuk menentukan salah satu pemenang kontes tersebut. Ketika suasana tegang sudah mulai terbangun sehingga matanya memerah tanda haru dan penasaran akan keputusan juri saat itu.
Malangnya, pembawa acara tidak menyebutkan namanya melainkan nama teman disampingnya. Ia merasa gagal dalam kontes tersebut dan menjadi yang kedua. Dengan hati yang tidak lapang, ia mencoba tersenyum lebar dan memeluk temannya yang diutus menjadi juara. Seluruh penonton bersorak menyambut juara baru tahun itu. Kedua orangtuanya naik ke atas panggung memeluk erat putrinya yang menjadi juara baru kontes kecantikan. Bunga dan plastik keemasan berjatuhan dari atas panggung diikuti beberapa balon penambah aksen kemeriahan acara itu.
Tapi beberapa saat kemudian, semua juri berdiri dan naik ke panggung. Bukan untuk memberikan selamat melainkan menghampiri pembawa acara. Seketika terjadi keributan kecil diatas panggung antara pembawa acara, para juri, dan salah satu pihak acara. Semua mata yang tadinya memandang sang pemenang baru beralih kepada kerumunan keributan itu.
Setelah meredam, para juri kembali ke mejanya dan pembawa acara merapihkan pakaiannya yang berantakan. Keringat sudah mengucur dari ujung kepala hingga badannya sehingga membuat kemeja yang dikenakan basah kuyup akibat keringat. Wajahnya memerah seakan-akan alergi menyerang.
Diangkatlah pengeras suara mendekati mulutnya dan ia bersuara dengan gugup. Mengucapkan penyesalan dan maaf yang sebesar-besarnya. Semua orang terheran akan kata-kata yang dikeluarkan. Setelah itu, ia mengumumkan kekeliruan pembacaan yang ia lakukan. Ia salah membaca bahwa pemenang bukanlah wanita yang ia sebutkan melainkan dirinya. Pembawa acara menjelaskan kembali, bahwa wanita yang kini diduga pemenang ternyata adalah juara kedua. Sedangkan juara pertama ialah Nilam.
Semua orang kaget dan merasa kecewa akan kesalahan itu. Begitupun ia yang sangat bersalah akan temannya padahal kesalahan bukan ada padanya melainkan pembawa acara.
___
Pengumuman masih berlanjut. Ia menunggu dan cemas agar kejadian kontes sebelumnya tidak terulang. Ia tidak ingin berada di posisi temannya yang menjadi bekas pemenang karena salah sebut.
Namun, sebelum pembawa acara menyebutkan sebuah nama untuk pemenang, wanita disebelahnya bertingkah aneh. Wajahnya memucat dan mulutnya perlahan mengeluarkan busa putih. Sepertinya ini adalah reaksi dari obat yang ia suntikkan di tangannya tadi.
Semua panik melihat kejadian itu. Seketika pengumuman dilupakan karena semua terfokus pada wanita itu. Pertolongan segera datang menjemputnya dan dibawalah ia menuju belakang panggung. Kini lampu panggung padam dan acara tidak jelas susunannya. Ia kecewa untuk kedua kalinya. Harapan untuk salah sebut nama memang tidak terulang, tapi keadaan seperti ini malah membuatnya merasa basiakan kontes kecantikan manapun.
Semua bohong akan wanita adalah cantik. Semua palsu akan kecantikan yang dibanggakan, kecantikan yang diuji, kecantikan yang disandingkan.
Semua wanita cantik, bukan dari manapun melainkan dari naluri.

Jakarta, 24 Desember 2016

Bima Dewanto
 Terinpirasi dari lirik lagu Pretty Hurts - Beyonce
Share:

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.